DAFTAR ISI

Jumat, 20 Januari 2012

Fitrah Manusia

 Oleh : Dr KH Didin Hafidhuddin, Msc

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetapkanlah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Ituah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tldak mengetahui," (QS ar-Ruum: 30).

Dalam ayat tersebut terdapat dua kata fitrah, yaitu "fitrah Allah" dan "fitrah manusia" yang keduanya merupakan ciri utama ajaran Islam. Ajaran Islam selalu selaras dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan dan kebutuhan umat manusia.

Keduanya berasal dari Allah SWT. Karena itu, tidak mungkin terdapat pertentangan antara ajaran Islam dengan nilai-nilai kemanusiaan, kapan dan di mana pun.

Ajaran Islam juga bersifat 'alamiyyah (universal), tidak terbatas oleh ruang, waktu dan kesatuan umat manusia. Allah SWT berfirman, "Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (QS as-Saba: 28)

Selain itu, ajaran Islam pun bersifat insaniyah dan syumuliyyah (komperehensif), yaitu mencakup seluruh segl kehidupan umat manusia. Jlka diamalkan dengan penuh kesungguhan, akan melahirkan kehidupan umat manusia yang adil, sejahtera dan damai.

Ketika mentafsirkan firman Allah dalam surah ar-Rum ayat 30 itu, Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam Shafwatut-Tafasir menyatakan, hendaknya setiap manusia menghadapkan dirinya secara ikhlas pada ajaran Islam yang hak. Allah SWT menciptakan fitrah manusia sejalan dengan ajaran Islam yaug berintikan tauhid. Seperti dinyatakan dalam hadits riwayat Imam Bukhari, setiap manusia dilahirkan dalam kondisi fitrah (bertauhid).

Setelah itu, tergantung pada kedua orang tuanya, apakah akan menjadikannya Yahudi, Nashrani ataukah Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap fitrah tauhld disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Pertama, ketidaktahuan manusia terhadap ajaran Islam (al-jahl). Mereka menganggap bahwa ajaran Islam memberatkan kehidupan dan hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ritual dan pribadi saja. Tidak ada kaitan antara ajaran Islam dengan kegiatan ekonomi, sosial, politik, budaya. keluarga, hubungan intemasional, dan lain-lain.

Kondisi semacam ini akan menyebabkan timbulnya sikap meminggirkan ajaran Islam dari tengah kehidupan. Akhimya logika dan hawanafsu dikedepankan, seperti yang kerap terjadi saat ini. Pada ujungnya, hal ini akan melahirkan kehancuran umat. Jauh hari, al-Our'an telah mengisyaratkan hal ini, "Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sehagian dari akibat perbuatan mereka,agar mereka kembali ke jalan yang benar,"(QS ar-Ruum: 41)

Kedua, yaitu pengingkaran terhadap pemberlakuan aj'aran Islam dalam menata kehidupan akibat kesombongan (al-ma'shi yah wal kibr). Seperti halnya Iblis yang menolak perintah Allah untuk sujud hormat kepada Adam karena merasa dirinya lebih baik daripada Adam. Akibat kesombongannya itu, iblis dijadikan sebagai makhluk yang terkutuk sepanjang hayatnya di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman, "Apakah yang inenghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktuAku munyumhmu' Menjawab Iblis: 'Saya lebih baik dahpadanya. Engkau ciptakanku daii api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." Allah berfirman, '7urunlah kamu dari surga itu, karena kamu lidak sepatutnya Menyombongkan diri didalamnya, maka keluarlah. Sesungguhnya kam temiasuk orang-orang yang hina," (QS al-A'raf: 12-13).

Manusia maupun bangsa yang sombong dan menolak ketentuan Allah akan mendapatkan nasib yang sama seperti yang dialami Iblis. Sebab, Allah sangat membenci dan menjauhkan hidayah-Nya terhadap orang atau bangsa yang sombong (QS al-A'raf: 146).

Ibadah-ibadah yang disyariatkan ajaran Islam seperti puasa Ramadhan, salah satu tujuan utamanya adalah mempertahankan nilai-mlai kemanusiaan dan fitrah pada setiap manusia Muslim. Dengan puasa, manusia dilatih mengekang hawa nafsu kebinatangannya, seperti serakah dan rakus. Dengan puasa, manusia juga disadarkan pada jati dirinya yang lemah, yang membutuhkan pertolongan Dzat yang menciptakannya.

Karena itu, dengan puasa yang dilakukan benar, manusia akan memiliki kerendahan hati untuk mengamalkan segala ketentuan Allah SWT dalam menata kehidupannya. Hal ini akan mendorong manusia mempelajari ajaran-Nya, sehingga praktik agama dilandasi oleh pengetahuan yang benar. Sebuah paduan ilmu dan amal yang terbingkai oleh nilai-nilai keimanan dan keikhlasan akan menyebabkan terjaganya fitrah manusia, Allah SWT berfirman, "Dan Vdaklah mereka diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memumikan (mengikhlaskan) ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus. Mereka menegakkan salat dan menunaikan zakat, dan itulah agama yang benar," (QS al-Bayyinah: 5).

Karena itu, pasca Ramadhan seharusnya orang-orang yang berpuasa akan lebih meningkat kualitas keimanan dan ketakwaannya (QS al-Baqarah: 183). Menarik pula kaitan pasca Ramadhan ini terutama dalam Idul Fitri. Pernyataan seorang ahli hikmah berikut ini menarik untuk disimak ‘Bukanlah lebaran itu bagi orang yang semata memakai pakaian baru, tapi bagi mereka yang ketaatannyasemakin bertambah." Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar