DAFTAR ISI

Jumat, 20 Januari 2012

Dua Kelompok Ulama

Allah SWT berfirman yang artinya, "Katakanlah, 'Inilah jalanku (agamaku), aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik'." (Yusuf: 108).

Rasulullah saw. berdakwah kepada umatnya, mengajak untuk mengikuti agamanya yang lurus. Rasulullah menyampaikan syiar dakwahnya dengan kata-katanya dan apa-apa yang dibawanya termasuk penyampaian pengertian-pengertiannya. Berdasarkan hal tersebut, lama dibagi menjadi dua golongan, yaitu ulama pemelihara hadis dan ulama ahli fikih.

Pertama, Pemelihara Hadis

Kelompok ulama yang pertama adalah para pemelihara hadis yang menjaga, memelihara, mengamalkannya, dan para pemimpin yang merupakan imam-imam dan pemuka-pemuka Islam. Mereka adalah yang memelihara fondasi-fondasi agama dan ajaran-ajarannya. Mereka menjaganya dari penyelewengan dan perubahan isinya, sehingga orang yang mendapat kebaikan dari Allah bersih dari kehinaan dan tidak mengalami perubahan dengan menyusupnya pendapat individu. Mereka mengeluarkan "mata air" yang menjadi tempat minumnya hamba-hamba Allah.

Mereka adalah golongan yang disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal di dalam khotbahnya yang terkenal dalam penolakannya terhadap golongan Zindiq dan Jahmiyah, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan pada setiap zaman pewaris-pewaris para rasul dari ahli ilmu yang menyeru orang yang sesat ke jalan yang lurus, mengajak bersabar atas derita yang menimpanya, menghidupkan orang yang mati dengan kitab Allah, dan memberikan penerangan dengan cahaya Allah kepada orang yang buta. Berapa banyak orang yang telah memerangi iblis dihidupkan, berapa banyak orang yang sesat mendapatkan petunjuk, alangkah baiknya jejak mereka, dan alangkah buruknya jejak orang-orang yang menyimpang dari mereka! Mereka juga menghilangkan penyelewengan orang-orang yang berlebihan terhadap kitab Allah dan pengrusakan orang-orang yang sesat, takwil orang-orang yang bodoh (jahil), yang mengibarkan bendera bidah dan menyebarkan fitnah. Mereka adalah golongan yang menyimpang dari kitab Allah danmenentangnya, bersepakat untuk meninggalkan kitab Allah. Mereka mengatakan tentang Allah dankitabnya tanpa dasar ilmu, berbicara dengan ucapan-ucapan yang tidak jelas maknanya, danmemperdayai orang-orang yang bodoh dengan apa yang mereka umpamakan. Maka, kami berlindung kepada Allah dari fitnah dan bencana akibat orang-orang yang menyesatkan tersebut."

Kedua, Ahli Fikih

Kelompok ulama yang kedua adalah ahli fikih (ahli hukum Islam) dan para mufti (pemberi fatwa). Perkataan mereka menjadi tempat kembali manusia dalam menyelesaikan beberapa persoalan, yang mengkhususkan mengambil kesimpulan suatu hukum dan ketentuan yang harus diikuti, serta memperhatikan ketetapan dan kebenaran kaidah-kaidah halal dan haram.

Kedudukan mereka di bumi bagaikan bintang-bintang di langit. Dengan keberadaan mereka, orang-orang yang bimbang dalam kegelapan mendapatkan petunjuk dan kebutuhan manusia kepada mereka lebih besar daripada kebutuhan manusia akan makanan dan minuman, ketaatan kepada mereka lebih wajib daripada ketaatan kepada ibu dan ayah sesuai dengan nas (teks) kitab Allah yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisaa': 59).

Menurut Ibnu Abbas salam salah satu riwayatnya, Jabir bin Abdullah, Hasan al-Bashri, Abul Aliyah, Atha' bin abu Rabah, Dlahak, dan Mujahid dalam salah satu riwayatnya, "ulil amri" adalah para ulama. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Abu Hurairah dan Ibnu Abbas dalam riwayat lain, Zaid bin Aslam, As-Sadi, dan Muqatil, serta riwayat lain dari Ahmad mengatakan bahwa "ulil amri" adalah para penguasa (al-umaraa).

Ketaatan kepada Penguasa Mengikuti Ketaatan kepada Ulama

Para penguasa hanya dapat ditaati apabila mereka memerintah berdasarkan tuntutan ilmu (pengetahuan), sehingga ketaatan kepada mereka mengikuti ketaatan kepada para ulama, karena ketaatan tersebut hanya pada kebaikan dan apa-apa yang diwajibkan berdasarkan pengetahuan. Demikian pula halnya bahwa ketaatan kepada ulama mengikuti ketaatan kepada Rasulullaha saw., maka ketaatan kepada para penguasa mengikuti ketaatan kepada para ulama, dan juga karena tegaknya Islam terletak pada dua kelompok ini, yakni para penguasa dan para ulama.

Semua manusia mengikuti mereka dan kebaikan alam semesta terletak pada kebaikan kedua kelompok tersebut, dan kerusakannya terletak pula pada kerusakan keduanya, seperti dikatakan oleh Abdullah bin al-Mubarak dan lain-lain dari golongan salaf, "Ada dua kelompok manusia, apa bila keduanya baik, manusia akan menjadi baik, dan apabila keduanya rusak, manusia pun akan menjadi rusak, keduanya adalah para penguasa (raja) dan para ulama." Abdullah bin al-Mubarak juga bersenandung:

Aku melihat dosa-dosa mematikan hati
dan kehancurannya telah mewariskan kehinaan
Meninggalkan dosa adalah hidupnya hati
berpaling dari dosa adalah lebih baik bagimu
Tidakkah agama rusak, kecuali oleh para penguasa (raja)
dan penyebar keburukan adalah para ahli agama!

Jadi, alangkah buruknya jika para pemimpin kaum muslimin itu adalah orng-orang yang buruk dan ulama-ulama yang ada adalah ulama-ulama yang jelek.

sumber: Diadaptasi dari I'lam al-Muwaqqi'in 'ar-Rabb al-Alamin, Syekh Ibnu Qayyim al-Jauziyah

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar